Apakah Tuhan Itu Ada?

Tuhan - Keberadaan Yang Kekal Dan Tidak Diciptakan?

Dalam pengalaman sehari-hari kita, nampaknya segala hal memiliki sebuah permulaan. Pada faktanya, hukum sains menunjukkan bahwa bahkan benda-benda yang selalu terlihat sama sepanjang hidup kita, seperti matahari dan bulan, pada kenyataannya semakin lama semakin habis. Matahari menggunakan bahan bakarnya sebanyak jutaan ton setiap detik – untuk itu karena matahari tidak dapat bertahan selamanya, maka matahari haruslah memiliki sebuah permulaan. Hal yang sama dapat terbukti benar untuk alam semesta secara keseluruhan.

Jadi ketika orang Kristen menyatakan bahwa Tuhan yang terdapat dalam Alkitab telah menciptakan segala wujud dasar dari kehidupan dan alam semesta, sebagian orang akan menanyakan pertanyaan yang nampaknya terlihat logis: “Siapa yang menciptakan Tuhan?”

Ayat yang paling pertama dalam Alkitab menyatakan: “Pada mulanya Allah . . .” Tidak ada usaha apapun dalam kata-kata ini untuk membuktikan keberadaan Allah atau mengindikasikan dalam cara apapun juga bahwa Allah memiliki sebuah permulaan. Pada faktanya, Alkitab menyatakan di berbagai bagian dengan sangat jelas bahwa Allah berada di luar waktu. Dia adalah kekal, tanpa permulaan maupun akhir. Dia juga mengetahui segala sesuatunya, karena Dia memiliki inteligensi tanpa batas.1

Tetapi, apakah masuk akal apabila kita menerima eksistensi dari suatu keberadaan yang kekal seperti itu? Dapatkah ilmu pengetahuan, yang telah menghasilkan teknologi berupa komputer, pesawat luar angkasa, dan segala perkembangan medis, mengijinkan adanya pemikiran seperti itu?

Apa Yang Akan Kita Cari?

Bukti seperti apa yang kita harap bisa ditemukan apabila memang Tuhan yang dinyatakan dalam Alkitab sebagai pencipta segala sesuatunya dan tidak terbatas itu adalah nyata? Bahkan, bagaimana kita bisa mengenali pekerjaan tangan Sang Pencipta yang Maha Kuasa (Omnipotent)?

Alkitab menyatakan bahwa Tuhan mengetahui segala sesuatunya - Dia maha Tahu (Omniscient)!

Untuk itulah, Tuhan memiliki inteligensi tanpa batas. Untuk dapat mengenali pekerjaan tangan-Nya, kita harus mengetahui bagaimana mengenali bukti-bukti dari karya inteligensi Tuhan.

Bagaimana Kita Dapat Mengenali Bukti Dari Sebuah Inteligensi?

Mengapa para ilmuwan begitu bersemangat ketika mereka menemukan peralatan dari batu bersamaan dengan tulang-belulang di dalam sebuah gua? Peralatan dari batu tersebut menunjukkan tanda-tanda inteligensi. Para ilmuwan mengenali bahwa peralatan tersebut tidak dapat mendesain diri mereka sendiri, tetapi merupakan sebuah produk dari sebuah karya inteligensi. Untuk itu, para ilmuwan langsung menyimpulkan bahwa ada mahkluk dengan inteligensi yang bertanggung jawab membuat peralatan tersebut.

Dengan cara yang sama, orang tidak akan melihat Tembok Besar Cina, atau U.S Capitol Building di Washington D.C, atau Rumah Opera Sydney di Australia dan menyimpulkan bahwa struktur tersebut terbentuk setelah adanya ledakan-ledakan dari sebuah pabrik batu bata.

Pegunungan Rushmore Pegunungan Rushmore

Demikian juga tidak akan ada seorangpun yang percaya bahwa monumen kepala presiden yang ada di Pegunungan Rushmore merupakan hasil dari erosi selama jutaan tahun. Kita dapat mengenali desain, sebagai bukti dari sebuah karya inteligensi. Kita melihat benda buatan manusia yang berada di sekitar kita seperti mobil, pesawat, komputer, stereo, rumah, peralatan dan sebagainya. Dan tidak akan ada orang yang mengatakan bahwa benda-benda tersebut hanyalah merupakan hasil dari waktu dan kebetulan. Desain ada dimana-mana. Tidak akan pernah tercetus dalam pikiran kita bahwa logam, hanya dengan dibiarkan saja, akan terbentuk dengan sendirinya menjadi mesin, transmisi, roda, dan semua bagian rumit lainnya yang dibutuhkan untuk menghasilkan sebuah mobil.

“Argumentasi tentang desain” ini sering kali diasosiasikan dengan nama William Paley, seorang pendeta Anglikan yang menulis mengenai topik ini di akhir abad ke-18. Ilustrasi yang paling diingat orang adalah cerita tentang jam dan pembuat jam. Dalam mendiskusikan perbandingan antara sebuah batu dan jam, dia menyimpulkan bahwa “jam haruslah memiliki seorang pembuat jam; yang harus ada pada suatu waktu dan tempat, seorang pengrajin atau beberapa pengrajin, yang membentuknya sesuai dengan tujuannya; yang mengerti konstruksinya dan mendesain penggunaannya.”2

Paley selanjutnya mempercayai bahwa, seperti jam tersebut yang mengimplikasikan sang pembuat jam, begitu juga desain dalam benda hidup melambangkan sang Pencipta. Walaupun dia percaya kepada Tuhan yang telah menciptakan segala sesuatunya, Tuhannya adalah seorang Perancang Besar yang sekarang terpisah dari ciptaan-Nya, bukan Tuhan yang dekat seperti dalam Alkitab.3

Bagaimanapun juga, sebagian besar populasi hari-hari ini, termasuk banyak ilmuwan terkemuka, percaya bahwa semua tumbuhan dan mahluk, termasuk para insinyur pandai yang membuat jam, mobil, dan sebagainya merupakan hasil dari proses evolusi - bukan oleh Tuhan sang Pencipta.4 Tapi hal ini bukanlah posisi yang dapat dipertahankan, seperti yang akan kita lihat berikut ini.

Mahluk Hidup Menunjukkan Bukti-Bukti Sebuah Desain!

Almarhum Isaac Asimov, seorang anti-creationist garis keras menyatakan, “dalam tubuh manusia ada tiga pon otak yang sepanjang kita tahu, merupakan benda yang paling kompleks dan tersusun rapi di alam semesta.”5 Otak bahkan jauh lebih kompleks dari komputer yang paling rumit yang pernah dibuat. Bukankah sangat logis untuk mengasumsikan bahwa apabila computer adalah hasil desain otak manusia yang ber-inteligensi tinggi, maka otak manusia juga merupakan hasil dari sebuah desain?

Para ilmuwan yang menolak konsep akan adanya Tuhan sang Pencipta, sepakat bahwa semua mahluk hidup menunjukkan bukti adanya desain. Pada intinya, mereka menerima argumentasi desain menurut Paley, tetapi tidak menerima Desainer yang dipercaya oleh Paley. Misalnya, Dr. Michael Denton, seorang dokter medis non-kristen dan seorang ilmuwan dengan gelar doktor di bidang biologi molekular, menyimpulkan:

Hal ini merupakan sebuah kesempurnaan universal belaka, yaitu fakta bahwa ke mana saja kita melihat, sampai sedalam apapun kita melihat, kita menemukan sebuah keanggunan dan kecerdasan dari sebuah kualitas yang transenden, yang dengan demikian berlawanan dengan konsep kebetulan.6

Di samping tingkat kecerdasan dan kompleksitas yang ditunjukkan oleh mesin molekuler kehidupan, bahkan artefak kita yang termutakhir pun akan tampak canggung. Kita merasa begitu direndahkan, seperti perasaan manusia jaman batu yang diperhadapkan pada teknologi dari abad ke-20.

Hal ini merupakan ilusi semata untuk berpikir bahwa apa yang kita ketahui saat ini adalah lebih dari sebagian yang sangat kecil dari desain biologis secara keseluruhan. Pada praktiknya, penelitian di segala bidang fundamental di bidang biologi mengenai desain dan kompleksitas sedang diungkapkan pada tingkat dan kecepatan yang luar biasa.

Dr. Richard Dawkins, pemegang Charles Simonyi Chair of Public Understanding of Science dari Universitas Oxford, telah menjadi salah satu juru bicara evolusionis terkemuka di dunia. Ketenarannya merupakan hasil dari buku-buku yang diterbitkannya, termasuk The Blind Watchmaker (Pembuat Jam yang Buta), yang membela teori evolusi modern dan sekali lagi menyangkal gagasan tentang adanya Tuhan Sang Pencipta. Dia mengatakan, “Kami telah melihat bahwa mahluk hidup ‘didesain’ dengan terlalu indah dan terlalu mustahil bahwa keberadaan mereka muncul dari suatu kebetulan.”7

Tidak ada keraguan sedikit pun, bahkan seorang ateis yang paling keras sekalipun mengakui bahwa desain itu nyata dalam binatang maupun tumbuhan yang hidup di planet kita ini. Bila Dawkins menolak adanya ‘kebetulan’ dalam desain, apa yang dapat menggantikan posisi ‘kebetulan’ bila ia tidak percaya akan adanya Tuhan Sang Pencipta?

Lalu Siapa - atau Apa – Desainer-nya?

Desain jelas-jelas mengimplikasikan kepada seorang desainer. Sebagai seorang Kristen, desain yang kita lihat di sekitar kita sepenuhnya konsisten dengan penjelasan dalam Alkitab: “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi” (Kejadian 1:1), dan “Karena di dalam Dialah (Yesus Kristus) telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia.” (Kolose 1:16).

Akan tetapi, evolusionis seperti Richard Dawkins, yang mengakui adanya desain dalam mahluk hidup, menolak gagasan akan adanya sang Pencipta atau Tuhan dalam bentuk apapun. Mengomentari referensi Paley, Dawkins menyatakan:

Argumentasi Paley dibuat dengan ketulusan yang menggebu dan yang diinformasikan oleh cendekiawan biologi yang terbaik pada masanya, tetapi hal itu salah, benar-benar salah sama sekali. Analogi antara teleskop dan mata, antara jam dan organisme hidup, adalah analogi yang salah.8

Mengapa? Hal ini adalah karena Dawkins mengaitkan desain dengan apa yang disebutnya sebagai ‘kekuatan buta dari alam’ dan proses seleksi alam. Dawkins menulis:

Sebaliknya, satu-satunya pembuat jam di alam kehidupan adalah kekuatan buta dari alam, walaupun dikerahkan dengan cara yang sangat istimewa. Seorang pembuat jam sejati memiliki tinjauan ke masa depan: dia merancang gigi dan per, dan merencanakan sambungannya, dengan tujuan di masa depan dalam pandangan matanya. Sedangkan proses seleksi alam yang ditemukan oleh Darwin, adalah proses otomatis yang buta dan tidak punya kesadaran, yang kita ketahui sekarang sebagai penjelasan akan adanya keberadaan dan bentuk dari segala kehidupan yang tampaknya memiliki tujuan, ternyata tidak memiliki tujuan. Seleksi alam tidak memiliki pemikiran dan tidak memiliki pandangan ke depan. Dia tidak merencanakan masa depan. Dia tidak memiliki penglihatan, tidak memiliki tinjauan ke masa depan, tidak memiliki pandangan apapun. Bila dapat dikatakan, peran sang pembuat jam dalam alam adalah si pembuat jam yang buta ini.9

Tetapi bagaimanapun Dawkins mengakui bahwa “Semakin mustahil sesuatu hal terjadi secara statistik, maka semakin tidak bisa kita percayai bahwa hal itu terjadi secara kebetulan. Secara dangkal, pilihan lain yang jelas untuk sebuah kebetulan adalah seorang Desainer ber-inteligensi.”10

Meskipun begitu, Dia menolak gagasan akan adanya seorang ‘Desainer ber-inteligensi’ dan malahan menawarkan ‘jawaban’ seperti ini:

Jawabannya, yaitu jawaban Darwin, merupakan transformasi langkah demi langkah yang bertahap, berawal dari permulaan yang sederhana, dari wujud purbakala yang cukup sederhana sehingga dapat muncul secara kebetulan. Setiap perubahan dalam tahapan proses evolusi juga terjadi dengan cukup sederhana, dibandingkan dengan pendahulunya, sehingga dapat terjadi secara kebetulan.

Tetapi seluruh rangkaian langkah kumulatif ini semata-mata merupakan proses kebetulan, ketika Anda mempertimbangkan kompleksitas hasil akhir produknya dibandingkan kepada titik asalnya. Proses kumulatif ini diarahkan oleh usaha untuk bertahan hidup bukan secara acak. Tujuan dari bagian ini adalah untuk mendemonstrasikan kemampuan dari proses kumulatif tersebut sebagai proses fundamental bukan secara acak11

Pada dasarnya, Dawkins tidak lebih dari memaksakan bahwa seleksi alam12 dan mutasi13 secara bersamaan menyediakan mekanisme untuk proses evolusi. Dia percaya bahwa proses-proses ini bukanlah secara acak dan diarahkan. Pada kenyataannya, hal ini hanyalah cara yang lebih mutakhir untuk mengatakan bahwa evolusi merupakan desainer-nya.

Apakah Seleksi Alam Menghasilkan Desain?

Kehidupan dibangun atas dasar informasi. Sejumlah besar informasi ini tersimpan dalam molekul hereditas, DNA, yang menyusun gen-gen dari sebuah organisme. Oleh sebab itu, untuk memperdebatkan bahwa seleksi alam dan mutasi adalah mekanisme dasar dari proses evolusi, seseorang harus dapat menunjukkan bahwa proses tersebut dapat menghasilkan informasi yang bertanggung jawab atas desain yang terlihat nyata di dalam setiap mahluk hidup.

Siapa saja yang mengerti dasar biologi pasti akan menyadari, seperti juga Darwin, bahwa seleksi alam merupakan proses logis yang dapat diamati oleh seseorang. Akan tetapi, seleksi alam hanya berlaku pada informasi yang sebelumnya telah ada di dalam gen - seleksi alam tidak menghasilkan informasi baru.14 Sebenarnya, hal ini konsisten dengan penciptaan dalam Alkitab, dimana Allah menciptakan segala binatang dan tumbuhan dan masing-masing berkembang biak menurut kelompoknya.

Dog Kind

Memang benar bahwa kita dapat mengamati sejumlah besar variasi dari satu jenis mahluk hidup dan melihat hasil dari seleksi alam. Contohnya, serigala, coyote, dan dingo telah dihasilkan dari proses seleksi alam pada waktu tertentu yang terjadi pada informasi yang ditemukan pada jenis serigala/anjing. Tetapi yang terpenting adalah bahwa tidak ada informasi baru yang dihasilkan - variasi anjing ini merupakan hasil dari penyusunan ulang, pemilahan dan pemisahan dari informasi awal jenis anjing. Satu jenis tidak pernah diamati dapat berubah sepenuhnya menjadi jenis lain yang sama sekali berbeda dengan informasi yang sebelumnya tidak ada.15 Tanpa adanya input dengan intelijen yang tinggi untuk menambahkan informasi, seleksi alam tidak akan bekerja sebagai sebuah mekanisme untuk evolusi.

Denton memastikan hal ini ketika menyatakan:

Tidak dapat lebih ditekankan lagi bahwa evolusi melalui seleksi alam dapat dianalogikan seperti memecahkan masalah tanpa adanya panduan intelijen, tanpa input intelijen dalam bentuk apapun. Tidak ada aktivitas yang melibatkan sebuah input intelijen yang dapat dijadikan analogi dengan evolusi melalui seleksi alam.16

Tanpa adanya cara untuk menambahkan informasi, seleksi alam tidak akan bekerja sebagai mekanisme untuk evolusi. Evolusionis setuju akan hal ini, tetapi mereka percaya bahwa mutasi entah bagaimana menyediakan informasi baru agar seleksi alam dapat berjalan.

Dapatkah Mutasi Menghasilkan Informasi Baru?

Sebenarnya, para ilmuwan sekarang tahu bahwa jawabannya adalah “tidak!” Dr. Lee Spetner, seorang ilmuwan dengan kualifikasi tinggi yang mengajar teori informasi dan komunikasi di Universitas Johns Hopkins, mengemukakan hal ini dengan sangat jelas dalam buku hasil riset-nya yang sangat menyeluruh dan sangat ilmiah, Not by Chance (Bukan Kebetulan):

Dalam bagian ini, saya akan mengemukakan beberapa contoh evolusi, terutama mutasi, dan menunjukkan bahwa informasi tidak bertambah. …Tetapi dalam semua referensi yang telah saya pelajari dalam literatur ilmu pengetahuan hidup, saya tidak pernah menemukan sebuah mutasi yang menambahkan informasi.17
Semua mutasi yang pernah dipelajari dalam tingkatan molekuler ternyata diketahui mengurangi informasi genetik dan bukannya menambahinya.18
NDT (Teori Neo Darwin) diharapkan dapat menjelaskan bagaimana informasi kehidupan telah disusun oleh proses evolusi. Perbedaan biologis yang utama antara seorang manusia dan sebuah bakteri adalah dalam hal informasi yang mereka bawa. Semua perbedaan biologis lainnya akan mengikuti dari perbedaan tersebut. Genom manusia memiliki jauh lebih banyak informasi dibandingkan dengan genom bakteri. Informasi tidak dapat dibangun dari mutasi yang menghilangkan informasi. Sebuah bisnis tidak dapat menghasilkan uang dengan terus menerus rugi sedikit demi sedikit.19

Ilmuwan evolusionis tidak memiliki cara untuk memecahkan kesimpulan ini, termasuk juga Dr. Spetner. Mutasi tidak bekerja sebagai mekanisme untuk proses evolusi. Spetner menyimpulkannya sebagai berikut:

Penganut Neo Darwin ingin kita mempercayai bahwa perubahan besar evolusioner dapat dihasilkan dari kejadian-kejadian kecil apabila jumlahnya cukup banyak. Tetapi bila semua kejadian-kejadian tersebut semuanya menghilangkan informasi, maka kejadian tersebut tidak mungkin dimasukkan ke dalam langkah-langkah evolusi yang diharapkan dapat dijelaskan oleh Teori Neo Darwin, terlepas dari seberapa banyak pun mutasi yang ada. Siapapun yang berpikir bahwa evolusi makro dapat terjadi oleh mutasi yang menghilangkan informasi adalah seperti seorang pedagang yang kehilangan sedikit uang dalam setiap penjualan tetapi berpikir bahwa dia dapat meningkatkan keuntungannya . . . Tidak ada satu pun mutasi yang dapat diamati yang menambahkan sedikit informasi saja ke dalam genom. Hal ini tentu saja menunjukkan bahwa hal ini bukanlah jutaan demi jutaan potensi mutasi yang dibutuhkan oleh teori tersebut. Mungkin saja bahkan tidak ada sama sekali. Kegagalan untuk mengamati setidaknya satu saja mutasi yang mengalami penambahan informasi ini lebih dari sekedar kegagalan untuk menemukan pendukung bagi teori tersebut. Hal ini merupakan bukti melawan teori tersebut. Kita mendapati sebuah tantangan yang serius terhadap Teori Neo Darwin.20

Hal ini juga telah dikonfirmasi oleh Dr. Werner Gitt, seorang direktur dan profesor di German Federal Institute of Physics and Technology. Pada saat menjawab pertanyaan mengenai “Dapatkah informasi baru muncul melalui mutasi?” dia mengatakan:

Gagasan ini merupakan pusat dari penggambaran evolusi, tetapi mutasi hanya dapat menyebabkan perubahan pada informasi yang telah ada. Tidak mungkin akan ada penambahan informasi dan pada umumnya, hasilnya merugikan. Cetak biru baru bagi fungsi baru atau organ baru tidak dapat muncul; mutasi tidak dapat menjadi sumber dari informasi (kreatif) baru. 21

Jadi apabila seleksi alam dan mutasi dieliminasi dari mekanisme yang dapat menghasilkan informasi dan desain dari sistem kehidupan, maka sumber lain harus ditemukan.

Tetapi bahkan ada permasalahan yang lebih mendasar bagi mereka yang menolak Allah sang Pencipta sebagai sumber informasi.

Lebih Banyak Masalah!

Bayangkan diri Anda sedang duduk di tempat duduk dari pesawat terbang jenis 747, sedang membaca mengenai konstruksi dari pesawat yang hebat ini. Anda begitu terpesona oleh kenyataan bahwa mesin terbang ini terdiri dari 6 juta bagian - tapi kemudian Anda menyadari bahwa tidak satupun dari bagian tersebut dapat terbang dengan sendirinya. Kesadaran ini dapat menggelisahkan apabila Anda terbang dalam kecepatan 500 mil per jam (805 km/jam) di ketinggian 35.000 kaki (10.668 m).

Tetapi Anda boleh merasa tenang, karena walaupun tidak ada satu bagian pun dari pesawat tersebut yang dapat terbang dengan sendirinya, mesin tersebut dapat terbang ketika seluruh bagiannya disatukan.

Kita dapat menggunakan konstruksi sebuah pesawat sebagai analogi untuk memahami mekanisme dasar dari biokimia sel yang memampukan organisme untuk berfungsi.

Human Cell

Ilmuwan menemukan bahwa di dalam sel ada ribuan dari apa yang disebut sebagai “mesin biokimia”. Misalnya, seseorang dapat menyebutkan kemampuan sel tersebut untuk merasakan cahaya dan mengubahnya menjadi impuls elektrik. Tetapi apa yang ilmuwan dulu pernah pikirkan sebagai sebuah proses sederhana di dalam sel, seperti dapat merasakan cahaya dan mengubahnya menjadi impuls elektrik, ternyata merupakan kejadian yang sangat rumit. Hanya agar satu contoh ini dapat berjalan, begitu banyak senyawa harus berada di tempat yang tepat, pada waktu yang tepat dengan konsentrasi yang tepat - atau semuanya itu tidak akan terjadi.

Dengan kata lain, sama seperti semua bagian dari pesawat 747 harus disatukan sebelum dia dapat terbang, maka semua bagian dari “mesin biokimia” dalam sel harus di tempatnya masing-masing atau mereka tidak dapat berfungsi. Dan secara harafiah, ada ribuan “mesin-mesin” dalam sebuah sel yang dibutuhkan agar sel tersebut dapat berfungsi.

Apa maksud dari semua ini? Mudah saja, evolusi dari senyawa kimia menjadi sebuah sistem kehidupan adalah tidak mungkin terjadi.

Ilmuwan sekarang mengetahui bahwa kehidupan tersusun atas “mesin-mesin” ini. Dr. Michael Behe, Associate Professor di bidang biokimia di Universitas Lehigh di Pennsylvania, mendeskripsikan “mesin biokimia” ini sebagai contoh dari “kompleksitas yang tidak dapat diperkecil lagi”:

Sekarang adalah giliran ilmu pengetahuan kehidupan fundamental, yaitu biokimia modern, yang akan mengganggu. Kesederhanaan yang dulunya diharapkan sebagai dasar dari kehidupan telah terbukti menjadi sebuah momok; justru ternyata yang mendiami sel tersebut adalah sebuah sistem dengan kompleksitas yang mengagumkan yang tidak dapat diperkecil lagi. Hasil pemahaman bahwa kehidupan dirancang oleh inteligensi merupakan sebuah pukulan bagi kita yang hidup di abad ke-20, yang telah terbiasa berpikir bahwa kehidupan merupakan hasil dari hukum alam sederhana. Tetapi abad lain memiliki pukulan mereka sendiri, dan tidak ada alasan bagi kita untuk menghindarinya.22

Untuk mengilustrasikan hal ini lebih jauh, coba bayangkan Anda menepuk seekor nyamuk.

Mosquito Mosquito Mosquito

Kemudian pikirkan mengenai pertanyaan ini: Mengapa nyamuk itu mati? Anda lihat, nyamuk yang remuk itu memiliki semua senyawa bagi kehidupan yang dapat diharapkan berada dalam larutan purbakala (primordial soup) oleh seorang evolusionis. Tetapi kita tahu bahwa tidak akan ada yang ber-evolusi dari ‘larutan’ nyamuk ini. Jadi mengapa nyamuk itu mati? Karena dengan menepuknya, Anda mengacaukan susunannya.

Pada saat ‘mesin’ dari nyamuk tersebut telah dihancurkan, organisme tersebut tidak lagi dapat hidup. Pada tingkat seluler, secara harafiah ribuan ‘mesin’ itu harus ada sebelum dapat muncul kehidupan. Hal ini berarti bahwa evolusi dari sebuah senyawa adalah tidak mungkin.

Evolusionis Dawkins menyadari permasalahan akan kebutuhan ‘mesin’ ini pada awal kehidupan, ketika menyatakan:

Sebuah mesin Xerox mampu membuat salinan dari cetak birunya sendiri, tetapi tidak memiliki kemampuan untuk memunculkan keberadaannya secara spontan. Biomorf dengan siap ber-replikasi dalam lingkungan yang telah disediakan oleh sebuah program komputer, tetapi mereka tidak dapat menulis program mereka sendiri ataupun membuat komputer untuk menjalankannya. Teori tentang pembuat jam yang buta sangatlah kuat karena memungkinkan kita untuk ber-asumsi mengenai replikasi dan oleh karenanya muncul seleksi kumulatif. Tetapi bila replikasi tersebut membutuhkan ‘mesin’ yang kompleks, dan karena satu-satunya jalan yang kita ketahui bahwa keberadaan ‘mesin’ yang rumit tersebut adalah hasil dari seleksi kumulatif, maka kita mendapatkan masalah.23

Memang hal itu merupakan masalah! Semakin kita melihat ke dalam sistem kehidupan, semakin rumit pula kita mendapatinya, dan semakin kita dapat melihat bahwa kehidupan tidak dapat muncul dengan sendirinya. Bukan saja kehidupan membutuhkan sebuah sumber informasi, tetapi juga memerlukan keberadaan ‘mesin’ kimia kehidupan yang rumit dari sejak awal.

Masalah Yang Lebih Besar Lagi!

Sebagian ilmuwan dan pendidik telah mencoba untuk memecahkan masalah tersebut dengan berspekulasi bahwa selama semua senyawa kimia yang menyusun molekul hereditas (dan informasi yang dibawanya) bersatu pada suatu waktu di masa lampau, maka kehidupan dapat dimulai.

Kehidupan dibangun atas dasar informasi. Pada kenyataannya, di dalam hanya satu sel dari triliunan sel yang menyusun tubuh manusia, terdapat jumlah informasi yang dapat memenuhi paling tidak 1.000 buku yang masing-masing berisi 500 halaman dengan informasi tertulis. Ilmuwan sekarang berpikir bahwa jumlah ini bahkan terlalu sedikit.

Dari mana asal dari semua informasi ini? Beberapa orang berusaha menjelaskannya dengan cara demikian: bayangkan seorang profesor membawa semua huruf dari alfabet, A-Z, dan meletakkannya dalam sebuah topi. Kemudian dia mengedarkan topi tersebut kepada mahasiswanya di dalam kelas dan meminta mereka untuk masing-masing memilih sebuah alfabet secara acak.

Sangat mudah bagi kita untuk melihat kemungkinannya (terlepas dari seberapa jauh tampaknya) dari tiga mahasiswa dalam satu barisan memilih B, kemudian A, dan akhirnya T. Letakkan tiga huruf ini bersamaan dan membentuk suatu kata - BAT. Kemudian sang profesor menyimpulkan, dengan cukup waktu, terlepas dari betapa hal ini tampaknya tidak mungkin, akan selalu ada kemungkinan bahwa dapat terbentuk suatu rangkaian kata yang dapat menjadi kalimat, dan pada akhirnya terbentuk menjadi sebuah ensiklopedia. Para mahasiswa tersebut diajak untuk percaya bahwa tidak ada inteligensi yang dibutuhkan dalam evolusi kehidupan dari senyawa kimia. Selama molekul-molekul tersebut bersatu dengan urutan yang tepat untuk persenyawaan seperti DNA, maka kehidupan dapat dimulai.

Pada permukaannya, hal ini tampak sebagai suatu argumen yang logis. Tetapi, ada sebuah kekurangan fatal yang sangat mendasar dalam analogi tersebut. Urutan huruf tersebut, BAT, adalah sebuah kata bagi siapa? Seseorang yang berbicara dalam bahasa Inggris, Belanda, Prancis, Jerman, atau Cina? Kata tersebut hanyalah merupakan sebuah kata bagi orang yang mengerti bahasanya. Dengan kata lain, urutan huruf tersebut tidak berarti kecuali ada sebuah sistem bahasa dan sebuah sistem penerjemahan yang sudah ada yang membuat urutan tersebut menjadi memiliki arti.

Dalam DNA sebuah sel, urutan dari molekul-molekulnya juga tidak memiliki arti, kecuali bahwa pada biokimia sel tersebut ada sebuah sistem bahasa (molekul lain) yang membuat urutan tersebut memiliki arti. DNA tanpa sistem bahasa tidak memiliki arti, dan sistem bahasa tanpa DNA juga tidak akan dapat berjalan. Komplikasi lainnya adalah bahwa sistem bahasa yang membaca urutan dari molekul dalam DNA ditentukan oleh DNA itu sendiri. Ini adalah ‘mesin’ lainnya yang harus sudah ada dan terbentuk sempurna, atau kehidupan tidak akan terbentuk!

Dapatkan Informasi Muncul Dari Ketiadaan Informasi?

Kita sudah mengetahui bagaimana informasi tidak dapat muncul dari mutasi, sebuah peristiwa yang disebut sebagai mekanisme evolusi, tetapi apakah ada cara lain yang memungkinkan informasi muncul dari zat?

Dr. Werner Gitt menekankan dengan jelas bahwa dari sudut pandang sains, informasi tidak dapat muncul dari kekacauan secara kebetulan. Selalu dibutuhkan informasi (yang lebih besar) untuk menghasilkan informasi, dan pada akhirnya informasi merupakan hasil dari inteligensi:

Sebuah sistem kode selalu merupakan hasil dari sebuah proses mental (hal itu membutuhkan sebuah sumber inteligen atau seorang penemu). . . Harus ditekankan bahwa sebuah zat tidak dapat menghasilkan kode dalam bentuk apapun. Seluruh pengalaman mengindikasikan diperlukan adanya sebuah pemikiran yang secara sukarela melakukan kehendak bebasnya sendiri, dengan kognisi dan kreatifitas-nya.24
Tidak ada dikenal hukum alam yang menunjukkan bahwa zat dapat memunculkan informasi, belum pernah ada pula proses fisik maupun fenomena material yang dikenal, yang dapat melakukan hal tersebut.25
“Tidak ada hukum alam yang diketahui, baik proses maupun urutan kejadian yang diketahui yang dapat menyebabkan informasi untuk muncul dengan sendirinya dari sebuah zat.26

Lalu, Apakah Sumber Informasi Itu?

Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa sejumlah besar informasi dalam mahluk hidup haruslah berasal mula dari sesuatu yang memiliki inteligensi, yang harus jauh lebih superior daripada kita. Tetapi kemudian, sebagian orang akan mengatakan bahwa sebuah sumber semacam itu haruslah disebabkan oleh sesuatu dengan informasi atau inteligensi yang jauh lebih tinggi lagi.

Bagaimanapun, bila mereka memakai hal tersebut sebagai alasan, kita dapat mempertanyakan dari mana informasi atau inteligensi yang jauh lebih tinggi lagi itu berasal. Dan dari mana lagi sumbernya berasal? Kita dapat meramalkan kemungkinannya hingga tidak terbatas, kecuali ada suatu sumber inteligen yang tanpa batas, di luar pengertian kita yang terbatas. Tetapi bukankah ini yang diindikasikan oleh Alkitab ketika kita membaca, “Pada mulanya Allah. . .”? Tuhan di dalam Alkitab tidak dikekang oleh batasan waktu, ruang, atau apapun juga.

Bahkan Richard Dawkins menyadari hal ini:

Ketika kita diperbolehkan hanya untuk mengemukakan kompleksitas yang teratur, jika hanya kompleksitas yang teratur dari mesin replikasi DNA/protein, maka akan relatif mudah untuk menjadikannya sebagai generator kompleksitas dengan keteraturan yang lebih tinggi. Hal inilah yang paling dibahas di dalam buku ini. Tetapi tentu saja, Tuhan manapun yang mampu mendesain secara inteligen sesuatu yang kompleks seperti mesin replikasi DNA/protein setidaknya harus memiliki kompleksitas dan keteraturan seperti mesin itu sendiri.

Lebih jauh lagi, apabila kita merasa dia memiliki kemampuan untuk berfungsi secara lebih tinggi, seperti mendengarkan doa dan mengampuni dosa. Untuk menjelaskan asal mula mesin DNA/protein dengan mengemukakan seorang Desainer supernatural pada dasarnya adalah tidak menjelaskan apapun, karena hal itu meninggalkan asal mula sang Desainer tanpa penjelasan. Anda harus mengatakan sesuatu seperti, “Tuhan selalu ada”, dan bila Anda membiarkan diri Anda mengambil jalan pintas seperti itu, Anda bisa saja mengatakan “DNA selalu ada” atau “Kehidupan selalu ada” dan semuanya akan terjawab begitu saja.27

Lalu bagaimanakah posisi yang dapat dipertahankan secara logis? Apakah zat tersebut keberadaannya kekal (atau keberadaannya muncul dengan sendirinya tanpa tujuan tertentu) dan kemudian zat tersebut tersusun dengan sendirinya menjadi sistem informasi yang berlawanan dengan semua yang telah di-observasi di dalam ilmu pengetahuan yang sebenarnya? Atau apakah, ada sebuah keberadaan kekal, yaitu Tuhan dalam Alkitab, sebagai sumber dari inteligen tanpa batas,28 yang menciptakan sistem informasi untuk memunculkan kehidupan, yang sesuai dengan ilmu pengetahuan yang sebenarnya?

Apabila ilmu pengetahuan yang sebenarnya mendukung pernyataan Alkitab mengenai Tuhan Sang Pencipta yang kekal, lalu mengapa hal ini tidak dapat diterima? Michael Behe menjawab seperti ini:

Blind Faith
Alasan keempat dan yang paling kuat mengapa ilmu pengetahuan begitu enggan menerima sebuah teori desain inteligen adalah juga didasarkan pada pertimbangan filosofis. Banyak orang, termasuk banyak ilmuwan terkemuka dan terhormat, hanya tidak ingin melihat sesuatu di luar alam. Mereka tidak menginginkan suatu keberadaan supernatural yang mempengaruhi alam, terlepas dari seberapa singkat maupun betapa konstruktif interaksi tersebut. Dengan kata lain. . . Mereka membawa sebuah apriori komitmen filosofis ilmu pengetahuan mereka yang membatasi penjelasan seperti apa yang dapat mereka terima mengenai dunia lahiriah ini. Terkadang hal ini mengarah pada perilaku yang cenderung aneh.29

Berikut ini adalah inti persoalannya: apabila seseorang menerima bahwa ada Tuhan yang menciptakan kita, maka Tuhan itu juga memiliki kita. Bila Tuhan ini merupakan Tuhan dalam Alkitab, Dia memiliki kita dan maka dari itu Dia berhak untuk menetapkan aturan-aturan tentang bagaimana kita menjalani hidup. Dan lebih penting lagi, Tuhan juga menyatakan pada kita melalui Alkitab bahwa kita memberontak terhadap-Nya, Sang Pencipta kita. Dikarenakan oleh pemberontakan ini (yang disebut dosa), tubuh jasmani kita menerima hukuman kematian; tetapi kita akan hidup selamanya, baik dengan Tuhan maupun tanpa Tuhan di tempat penghakiman. Tetapi kabar baiknya adalah bahwa Sang Pencipta kita menyediakan suatu cara untuk lepas dari dosa pemberontakan kita, sehingga semua yang datang kepada-Nya dalam iman dan pertobatan bagi dosa mereka dapat menerima pengampunan dari Tuhan yang kudus dan menghabiskan kekekalan bersama-Nya.

Tuhan Merupakan Dasar Bagi Ilmu Pengetahuan Dan Pemikiran!

Seperti yang telah dinyatakan sebelumnya, bahwa Alkitab menyatakan keberadaan Allah yang telah ada. Alkitab tidak pernah berusaha untuk membuktikan keberadaan Allah, dan hal ini dilakukan untuk sebuah alasan yang sangat baik. Ketika kita secara logis membuktikan hal tertentu, kita menunjukkan bahwa hal itu harusnya benar karena secara logis hal itu mengikuti sesuatu yang bersifat otoritatif. Tetapi tidak ada yang lebih otoritatif daripada Tuhan dan Firman-Nya. Tuhan mengetahui segala sesuatu. Jadi sangat masuk akal untuk mendasarkan cara kita memandang dunia atas apa yang telah Tuhan tuliskan dalam Firman-Nya.

Beberapa orang menyatakan bahwa adalah sangat tidak ilmiah untuk berawal dari Firman Tuhan. Tetapi pada kenyataannya, tidak ada yang bisa lebih jauh daripada kebenaran. Kepercayaan kepada Tuhan sebenarnya adalah merupakan hal yang mendasar bagi pemikiran logis dan penyelidikan ilmiah. Coba pikirkan: mengapa pemikiran logis dimungkinkan? Ada hukum-hukum logika yang kita gunakan ketika berpikir. Misalnya, kita mengenal hukum kontradiksi, yang menyatakan bahwa Anda tidak dapat memiliki ‘A’ dan ‘bukan A’ dalam waktu yang sama dan pada hubungan yang sama. Kita semua ‘tahu’ bahwa hal itu benar. Tapi, mengapa hal itu benar dan bagaimana kita bisa mengetahuinya?

Alkitab membuat hal ini masuk akal: Tuhan adalah pribadi yang konsisten. Dia tidak kontradiktif, maka hukum ini mengikuti karakter Allah. Dan Tuhan sudah membuat kita serupa gambaran-Nya; sehingga secara naluriah kita mengetahui hukum tersebut. Hukum tersebut telah diturunkan pada kita. Pemikiran logis dimungkinkan karena Tuhan adalah logis dan Dia telah membuat kita serupa gambaran-Nya. (Tentu saja karena kutukan dosa, kadangkala kita membuat kesalahan dalam ber-logika.)

Tapi bila alam semesta hanyalah merupakan sebuah kebetulan, lalu bagaimana pemikiran logis dapat dimungkinkan? Bila otak saya hanyalah merupakan hasil dari mutasi (yang dibentuk hanya melalui seleksi alam), lalu bagaimana saya dapat berpikir bahwa otak saya dapat memutuskan apa yang benar? Pandangan dunia yang sekuler dan evolusioner tidak dapat menjelaskan keberadaan pemikiran logis.

Sama seperti demikian, hanya pandangan Alkitab yang dapat menjelaskan keberadaan ilmu pengetahuan – yaitu studi mengenai alam. Ilmu pengetahuan bergantung pada fakta bahwa alam semesta mengikuti susunan hukum yang tidak berubah-ubah. Tapi mengapa bisa seperti itu? Bila alam semesta hanyalah kebetulan semata, maka mengapa alam semesta mengikuti hukum yang logis dan teratur - atau bahkan hukum apapun juga? Dan mengapa hukum-hukum tersebut tidak berubah secara konstan, padahal ada begitu banyak hal yang berubah?

Alkitab menjelaskannya seperti ini. Keberadaan hukum yang teratur adalah karena Sang Pemberi hukum yang logis ini menegakkan alam semesta dengan cara yang logis dan konsisten. Allah tidak berubah; maka Dia mempertahankan alam semesta secara konsisten. Hanya cara pandang menurut Alkitab yang dapat menjelaskan keberadaan sains dan teknologi.

Sekarang, apakah hal ini berarti bahwa orang yang bukan Kristen tidak mampu berpikir secara logis atau meneliti sains? Sama sekali tidak. Tetapi dia menjadi tidak konsisten. Orang yang bukan Kristen harus ‘meminjam’ prinsip-prinsip Alkitabiah diatas untuk dapat meneliti sains, atau untuk berpikir secara rasional. Tetapi hal ini tidak konsisten. Orang tidak percaya harus menggunakan pemikiran dalam Alkitab untuk dapat menggunakan sains dan pemikiran, dimana pada saat yang sama, dia menyangkal bahwa Alkitab adalah benar.

Jadi siapa yang menciptakan Tuhan?

Sesuai dengan definisinya, Keberadaan yang kekal sudah selalu ada - tidak ada yang menciptakan Dia. Allah ada - Sang ‘Aku’ di dalam Alkitab30. Dia berada di luar waktu; justru, Dia yang menciptakan waktu. Silahkan Anda berpikir demikian: semua yang memiliki permulaan memerlukan sebab. Alam semesta memiliki permulaan dan oleh karenanya membutuhkan sebuah sebab. Tetapi Allah tidak memiliki permulaan karena Dia berada di luar waktu. Jadi Allah tidak membutuhkan penyebab. Keberadaan yang kekal yang telah selalu ada walaupun mungkin hal ini agak sulit untuk dipahami sepenuhnya bukanlah merupakan hal yang tidak logis.

Anda mungkin akan mendebat, “Tapi itu berarti saya harus menerimanya dengan iman karena saya tidak bisa memahaminya sepenuhnya.”

Kita membaca dalam kitab Ibrani: “Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia.”(11:6)

Seperti apakah iman Kristen itu? Iman Kristen bukanlah iman buta seperti yang dipikirkan oleh beberapa orang. Kenyataannya, justru para evolusionis yang menyangkal Sang Pencipta yang memiliki ‘iman’ buta31 Mereka harus mempercayai sesuatu (misalnya; informasi yang dapat muncul dari kekacauan oleh karena kebetulan) yang berlawanan dengan ilmu pengetahuan yang sesungguhnya.

Tetapi Kristus, melalui Roh Kudus, membuka mata orang Kristen agar mereka dapat melihat bahwa iman mereka itu nyata.32 Iman Kristen adalah iman yang bisa dipertahankan secara logis. Itu mengapa Alkitab menyatakan dengan jelas bahwa barangsiapa yang tidak percaya kepada Tuhan tidak memiliki alasan: “Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keIlahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih.”(Roma 1:20)

Bagaimana Kita Tahu Sang Pencipta Adalah Tuhan Dalam Alkitab?

Anda bisa percaya kepada pemikiran manusia yang mungkin saja salah bahwa Tuhan itu tidak ada, atau percaya pada Firman Tuhan yang sempurna, 66 kitab dalam Alkitab, yang menyatakan bahwa Tuhan itu ada. Masalahnya sangat sederhana - Tuhan itu ada atau tidak. Hal yang menarik mengenai menjadi orang Kristen adalah mengetahui bahwa Alkitab bukan hanya sebuah buku religius, tetapi Firman dari Tuhan sang pencipta, sepertinya dinyatakan di dalamnya.33

Hanya Alkitab yang menjelaskan mengapa ada keindahan dan keburukan; mengapa ada kehidupan dan kematian; mengapa ada kesehatan dan penyakit; mengapa ada cinta dan benci. Hanya Alkitab yang memberikan catatan yang benar dan dapat diandalkan mengenai asal muasal seluruh entitas dasar kehidupan dan alam semesta.

Dan berulang-ulang, catatan sejarah Alkitab telah dikonfirmasi oleh arkeologi, biologi, geologi, dan astronomi. Tidak ada kontradiksi ataupun informasi yang salah pernah ditemukan dalam halaman-halamannya, meskipun Alkitab ditulis dalam rentang waktu ratusan tahun dan oleh banyak penulis yang berbeda-beda, yang masing-masing diinspirasikan oleh Roh Kudus.

Ilmuwan dari berbagai bidang telah menghasilkan ratusan buku dan rekaman tentang mempertahankan keakuratan Alkitab dan pernyataannya sebagai wahyu dari Sang Pencipta kita. Alkitab tidak hanya menyatakan siapa kita dan dari mana kita berasal, tetapi juga membagikan kabar baik tentang bagaimana kita dapat menikmati kekekalan bersama dengan Tuhan dan Juru Selamat kita. Ambillah langkah pertama tersebut dan letakkan imanmu pada Tuhan dan Firman-Nya.

Footnotes

  1. Mazmur 90:2, 106:48, 147:5. Perhatikan bahwa hanya hal-hal yang memiliki permulaan memiliki sebab. Lihat J. Sarfati, If God created the universe, then who created God? TJ 12(1):20–22, 1998.

  2. W. Paley, Natural Theology: or Evidences of the Existence and Attributes of the Deity, Collected from the Appearances of Nature, reprinted in 1972 by St. Thomas Press, Houston, Texas, 3.

  3. I. Taylor, In the Minds of Men, TFE Publishing, Toronto, Canada, 1991, 121.

  4. Ini merupakan sebuah proses dimana kehidupan seharusnya muncul secara spontan dari zat yang tidak hidup. Melalui jangka waktu yang lama, binatang dan tumbuhan dengan jenis yang berbeda-beda seharusnya berkembang melalui perubahan-perubahan kecil, yang menghasilkan penambahan informasi genetika. Misalnya, evolusionis mengemukakan bahwa ikan berkembang menjadi binatang amfibi, amfibi menjadi reptil, reptil berkembang menjadi burung dan mamalia. Manusia juga pada akhirnya muncul dengan nenek moyang yang sama dengan kera.

  5. I. Asimov, Dalam hal energi dan termodinamika, kita bahkan tidak bisa kembali modal., Smithsonian, June 1970, 10.

  6. M. Denton, Evolution: A Theory in Crisis, Adler & Adler Publishers, Bethesda, Maryland, 1986, 32.

  7. R. Dawkins, The Blind Watchmaker, W.W. Norton & Co., New York, 1987, 43.

  8. Ibid., 5.

  9. Ibid., 5.

  10. R. Dawkins, The necessity of Darwinism, New Scientist 94:130, 1982.

  11. Dawkins, The Blind Watchmaker, 43.

  12. Dr. Gary Parker, seorang creationist, mengatakan bahwa seleksi alam memang terjadi, tetapi bertindak sebagai ‘pengawet’ dan tidak ada hubungannya dengan satu organisme yang berubah menjadi organisme lainnya. “Seleksi alam merupakan salah satu proses yang berjalan dalam dunia kita yang rusak sekarang ini memastikan bahwa jenis yang telah diciptakan dapat menyebar ke seluruh penjuru bumi dengan semua ekologi dan variasi geologis nya (seringkali, sekarang ini, terlepas dari polusi manusia).” G. Parker, Creation: Facts of Life, Master Books, Green Forest, Arkansas, 1994, 75.

    “[Richard] Lewontin adalah seorang evolusionis dan anti creationist yang blak-blakan, tetapi dia dengan jujur menyadari batasan dari seleksi alam sama seperti yang diungkapkan oleh ilmuwan creationist: ”. . .seleksi alam bertindak pada intinya untuk memampukan organisme mempertahankan kondisi adaptasi mereka daripada mengembangkannya.” Seleksi alam tidak menjurus kepada perkembangan terus-menerus (evolusi); itu hanya membantu untuk mempertahankan fitur-fitur yang telah dimiliki organisme tersebut (penciptaan). Lewontin juga mencatat bahwa spesies yang telah punah nampaknya memiliki kemampuan bertahan hidup yang sama seperti spesies modern, maka dia menambahkan: “. . .seleksi alam dalam jangka waktu yang panjang sepertinya tidak mengembangkan kemungkinan dari satu spesies untuk bertahan hidup, tetapi hanya memampukan-nya untuk bertahan dengan lingkungan yang terus-menerus berubah.” “Tampaknya seleksi alam hanya berjalan karena setiap jenis telah diciptakan dengan variasi yang cukup untuk berlipat ganda dan memenuhi bumi dengan segala variasi ekologi dan geologi-nya. G. Parker, Creation: Facts of Life, 84–86. Lihat juga C. Wieland, Stones and Bones, Creation Science Foundation, Acacia Ridge D.C., Queensland, Australia, 1995, 18–20.

  13. “Pada akhirnya, mutasi hanyalah perubahan yang terjadi pada gen yang sebelumnya sudah ada.” G. Parker, Creation: Facts of Life, 103. “Dalam sebuah artikel yang secara paradox berjudul ‘The Mechanism of Evolution’, Francisco Ayala mendefinisikan mutasi sebagai sebuah ‘kesalahan’ dalam DNA.” G. Parker, Creation: Facts of Life, 99. Lihat juga C. Wieland, Stones and Bones, 18–25.

  14. L.P. Lester and R.G.Bohlin, The Natural Limits to Biological Change, Probe Books, Dallas, 1989, 175–176. E. Noble et al., Parasitology: The Biology of Animal Parasites, Lea & Febiger, Philadelphia, 1989. Chapter 6: “Evolution of Parasitism?” 516, menyatakan “Seleksi alam hanya dapat bertindak pada properti biologi yang sebelumnya sudah ada; seleksi alam tidak dapat menciptakan properti yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan beradaptasi."

  15. Misalnya, terlepas dari banyaknya klaim yang tidak terbukti dari evolusionis, tidak ada yang pernah mengobservasi atau mendokumentasikan seekor reptil berubah menjadi seekor burung. Contoh klasik yang dipakai oleh para evolusionis sebagai mahluk ‘peralihan’nya, Archaeopteryx, sekarang telah ditolak oleh banyak evolusionis.

  16. M. Denton, Evolution: A Theory in Crisis, 317.

  17. L. Spetner, Not By Chance, The Judaica Press, Brooklyn, New York, 1997, 131–132.

  18. Ibid., 138.

  19. Ibid., 143.

  20. Ibid., 159–160.

  21. W. Gitt, In the Beginning Was Information, Master Books, Green Forest, Arkansas, 2006, 127.

  22. M.J. Behe, Darwin’s Black Box, The Free Press, New York, 1996, 252–253.

  23. Dawkins, The Blind Watchmaker, 139–140.

  24. Gitt, In the Beginning Was Information, 64–67.

  25. Ibid., 79.

  26. Ibid., 107.

  27. Dawkins, The Blind Watchmaker, 141.

  28. Oleh karena itu, mampu menghasilkan informasi tanpa batas, dan tentu saja informasi yang sangat besar, walaupun terbatas, akan kehidupan.

  29. Behe, Darwin’s Black Box, 243.

  30. Lihat Keluaran 3:14; Ayub 38:4; Yohanes 8:58; Wahyu 1:18; Yesaya 44:6; Ulangan 4:39.

  31. Lihat Matius 13:15; Yohanes 12:40; Roma 11:8-10.

  32. Lihat Matius 13:16; Kisah para rasul 26:18; Efesus 1:18; 1 Yohanes 1:1.

  33. Lihat Matius 5:18; 2 Timotius 3:16; 2 Petrus 1:21; Mazmur 12:6; 1 Tesalonika 2:13.

Bantu Terjemahkan

Tolong bantu kami menyediakan lebih banyak materi dalam bahasa Indonesia.

Bantu Terjemahkan

Visit our English website.